Dari masa ke masa seruan untuk cintai produk dalam negeri menurut saya hanya sebatas seremonial saja. Sejak beberapa tahun lalu, Pak Presiden intens menyerukan kementerian, lembaga dan pemerintah daerah untuk belanja produk dalam negeri. Pasalnya, ternyata masih banyak instansi pemerintahan yang belanja barang buatan luar negeri. Bahkan, baru-baru ini Presiden menegur pemerintah daerah yang sebagian anggarannya terserap untuk membeli produk dari luar.
Urusan untuk menemukan potensi masalah, pemerintah memang ahli. Yang menjadi persoalan pemerintah sejak dulu adalah menentukan solusi. Produk UMKM dalam negeri kalah bersaing melulu dengan produk impor, terutama ketika nyemplung di pasar online. Pada rentang harga yang sama, nggak tahu kenapa, produk impor seringnya menawarkan mutu yang lebih baik ketimbang produk lokal.
Penemuan potensi masalah itulah yang mendasari keputusan pemerintah saat ini bikin program bernama Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI). Tujuannya untuk memperbaiki daya saing produk UMKM lokal sehingga konsumen emoh sama produk impor lagi, dan mendorong sebanyak-banyaknya pelaku UMKM ke ekosistem digital.
Dalam ungkapan lain, Gernas BBI bertindak seperti mak comblang antara konsumen dan produk UMKM lokal. Dan harus saya katakan bahwa Gernas BBI benar-benar berusaha menjadi mak comblang yang baik.
Teman saya sebut saja Hendra, mengikuti pelatihan kewirausahaan yang diadakan oleh Gernas BBI. Pelatihan intensif selama berbulan-bulan ini mengajarkan banyak hal: manajemen produksi, manajemen distribusi, optimalisasi media sosial dan platform belanja daring, hingga tata cara membuat iklan.
Pendeknya, setelah rampung pelatihan nanti, peserta diharap tidak lagi membuat produk serupa lelucon yang dipasarkan dengan template, “Yuk diorder barang bagusnya, Kakak!”
Pelatihan semacam ini jelas langkah terpuji dari pemerintah. Tapi, semakin ke sini, saya semakin percaya kalau solusi yang pemerintah targetkan malah bakal berujung blunder. Barangkali, pemerintah tidak benar-benar tahu apa yang menjadi akar masalah sektor UMKM lokal.
Selama ini konsumen kepincut sama produk impor bukan hanya karena mutunya yang baik, bukan pula karena jiwanya kurang patriotik, melainkan karena harganya yang murah.
Terus terang menurut saya, ini hanya akan jadi permainan pemburu anggaran seminar, workshop dan sejenisnya untuk tetek bengek mbahas pemasaran hingga digital-digitalan. Produk lokal yang sejak jaman pak Soekarno digencarkan dengan “Berdikari” seharusnya mulai terpatri untuk memakai produk lokal. Faktanya, produk lokal masih tidak jadi pilihan utama untuk digunakan.
Memang kualitas produk lokal kita beberapa kurang memiliki quality control yang bagus. Namun banyak juga produk lokal kita yang diakui kualitasnya. Seperti produk Indomie, Kopiko, Bagteria, Buccheri, Poligon dll.
Discussion about this post