Di dunia yang semakin bergantung pada teknologi canggih, di mana desain grafis menjadi elemen penting dalam penyajian informasi visual, ada sekelompok orang yang masih berpegang teguh pada cara-cara yang cukup… klasik. Mereka adalah para staff pejabat yang dengan bangga menggunakan PowerPoint untuk mendesain segala sesuatu, mulai dari banner acara hingga poster promosi, seolah-olah PowerPoint adalah program desain grafis tingkat tinggi yang bisa menggantikan Photoshop atau Illustrator.
Namun, cerita mereka tidak berhenti di situ. Pada saat-saat penting, misalnya saat menyelenggarakan sebuah acara besar dengan menggunakan videotron (layar besar elektronik) untuk menampilkan visual dan informasi kepada publik, mereka akan menghadapi momen memalukan ketika ternyata, videotron tersebut lebih sulit dioperasikan daripada mengatur setting PowerPoint untuk membuat slide dengan animasi wipe.
PowerPoint: Si Raja Desain Grafis
Bagi staff pejabat yang satu ini, PowerPoint bukan hanya alat presentasi. Itu adalah segala-galanya. Jika ada yang meminta desain poster untuk acara besar, jawaban pertama mereka adalah: “Gampang, bikin di PowerPoint aja!” Tanpa ragu, mereka pun membuka aplikasi tersebut dan mulai mengatur layout dengan segala fitur yang ada. Menambahkan gambar, memilih font yang terlihat paling “resmi”, dan mengatur warna yang pastinya bernyala terang supaya perhatian semua orang tertuju pada desain yang mereka buat.
Dan apa yang dihasilkan? Sebuah desain poster dengan font Comic Sans berwarna biru terang di atas latar belakang hijau neon. Sungguh sebuah karya seni yang mempesona dan “mewakili zaman”—sebuah desain yang siap ditampilkan di acara sekelas seminar atau bahkan pameran internasional.
Ketika ada yang berani mempertanyakan, “Kenapa pakai PowerPoint, sih? Bisa pakai software desain grafis profesional, lho?” jawabannya selalu sama: “Wah, PowerPoint itu udah cukup kok, yang penting kan slide-nya nyala!”
Videotron: Fungsinya untuk Nonton Bola, Bukan untuk Acara Resmi
Tapi jangan salah sangka, dunia ini penuh dengan kemajuan teknologi. Ketika acara pejabat itu membutuhkan layar besar videotron untuk menampilkan informasi visual kepada ribuan orang, staff pejabat ini jelas bingung. Videotron yang begitu megah itu seolah-olah adalah perangkat alien yang hanya mereka lihat di acara konser atau pertandingan sepak bola. Bagaimana cara menampilkan desain yang telah mereka buat di PowerPoint ke layar raksasa ini? Itu adalah teka-teki yang sulit dipecahkan.
“Eh, ini gimana cara masukin file PowerPoint ke videotron?” tanya mereka penuh kebingungan, sambil memandangi layar besar yang menunggu untuk digunakan. “Apa ini bisa langsung dari USB, ya? Kalau nggak, kita print aja di kertas besar, terus ditempel di belakang!”
Mereka kemudian mencoba berbagai cara untuk menampilkan desain PowerPoint ke videotron. Mulai dari menyalin file ke USB dan berharap bisa langsung dipasang, hingga mencoba menghubungkan laptop ke videotron menggunakan kabel HDMI yang keliru. Dan saat akhirnya mereka berhasil menampilkan desain PowerPoint di layar besar, hasilnya… nggak jauh beda dari slide presentasi di ruang rapat.
“Ini nggak ada animasinya, Pak! Kok cuma muncul gambar statis gini?” keluh seorang staff yang panik. “Emang nggak ada yang lebih canggih buat nyalain ini? Bukannya kalau pake videotron, ada animasi bergerak gitu?”
Tentu saja, mereka tidak tahu bahwa mengoperasikan videotron bukan sekadar masalah klik dan buka file. Di balik layar besar itu ada sistem perangkat keras dan perangkat lunak yang harus dikuasai untuk menampilkan video, animasi, atau visual yang lebih dinamis. Tapi, bagi mereka, PowerPoint adalah puncak dari inovasi desain, dan videotron hanya alat untuk nonton acara TV.
Panic Mode: Ketika PowerPoint Tak Cukup untuk Event Besar
Ketika acara mulai mendekat dan teknologi yang lebih canggih harus digunakan, ketegangan semakin terasa. Para staff yang terbiasa dengan PowerPoint kini terjebak dalam situasi yang benar-benar menantang. Mereka telah berusaha menghubungkan laptop mereka ke videotron (berhasil sesekali, tapi gambarnya blur), mengatur gambar-gambar dari PowerPoint yang tidak sesuai rasio layar, dan bahkan mencoba menampilkan grafik berantakan yang seharusnya menjadi video promosi.
Saat acara berlangsung, di depan kerumunan orang yang penuh antusiasme, layar videotron hanya menampilkan gambar poster statis dengan teks yang terlambat muncul, dan slide PowerPoint yang animasinya terputus-putus. Bahkan presenter yang ada di panggung pun terlihat lebih bingung dari penonton yang datang, dengan terus berkata, “Ehm, kita masih menunggu video selanjutnya yang seharusnya ditampilkan di layar besar.”
Penonton, yang pada awalnya berharap melihat visual dinamis dan informasi interaktif, hanya bisa terdiam melihat tayangan yang lebih cocok di nonton film keluarga daripada acara pemerintah yang semestinya futuristik.
Solusi Sederhana: PowerPoint to the Rescue!
Namun, di tengah kekalutan ini, ada solusi sederhana yang akhirnya diterima: Buat saja slide PowerPoint sebanyak-banyaknya dan atur supaya animasinya bisa lebih cepat. Pada akhirnya, semua pihak sepakat bahwa yang paling penting adalah ada konten yang bergerak di layar. Desain yang rapi dan sesuai tema acara? Tidak perlu. Yang penting ada efek fade dan wipe yang bisa membuat acara terasa lebih “hidup”.
Begitulah, pada akhirnya acara besar ini tetap berlanjut meski ada sedikit kekacauan teknis, dan slide PowerPoint menjadi solusi terbaik untuk menghadapi masalah videotron yang seharusnya lebih canggih.
Mungkin, bagi staff pejabat ini, dunia desain grafis dan teknologi visual belum benar-benar menyentuh mereka. Namun, siapa yang bisa menyalahkan mereka? Mereka sudah cukup puas dengan PowerPoint, dan jika ada videotron di acara berikutnya, mereka mungkin akan menyiapkan slide PowerPoint yang lebih banyak lagi, dengan efek transisi yang lebih keren, agar semua orang tetap percaya bahwa mereka telah berhasil membawa acara itu ke dunia digital.
Karena, bukankah yang penting bukan teknologi yang digunakan, tetapi seberapa keras kita menekan tombol “Next” di PowerPoint?
Discussion about this post