Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM, Yulius menjelaskan, ada segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mengalami kegagalan usaha karena terdampak Covid-19 dan sulit untuk bangkit lagi. Karena faktor tersebut, beberapa portofolio KUR yang sebelumnya direstrukturisasi berakhir menjadi kredit macet (non performing loan/NPL).
“Sesuai dengan informasi yang diterima bahwa pada tahun 2024 ini diindikasikan terdapat peningkatan NPL (gagal bayar) KUR, karena berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 yang berakhir pada akhir bulan Maret 2024,” ungkap Yulius, dikutip Selasa (09/07/2024).
Namun demikian, tren kenaikan NPL bank tidak cuma terjadi pada KUR, akan tetapi hampir semua jenis kredit. NPL gross pada per April 2024 perbankan sebesar 2,33%, angka ini lebih tinggi dibandingkan posisi Maret 2024 di level 2,25%.
Mengacu Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) Bank Indonesia (BI), NPL dari kredit UMKM memang mengalami peningkatan pasca kebijakan restrukturisasi kredit meningkat. Adapun kredit ke UMKM salah satunya yakni melalui skema KUR.
Berdasarkan laporan tersebut, NPL kredit UMKM tercatat berada di level 4,25% per April 2024. Ini adalah posisi tertinggi selama 23 bulan terakhir atau hampir 2 tahun berlangsung, dimana kenaikan terjadi di semua segmen nasabah.
Jika dirinci, kenaikan NPL UMKM didorong dari segmen menengah yang menembus level 5,51%. Lalu NPL segmen kecil juga hampir menyentuh posisi 5% atau tepatnya sebesar 4,96%. Serta NPL dari segmen mikro yang sebesar 3,14%.
NPL tertinggi dari UMKM selama lima tahun terakhir tercatat sebesar 4,66% yakni pada Juli 2021. Di saat sama, NPL UMKM terendah dicatatkan sebesar 3,61% pada Desember 2019.
Di sisi lain, OJK menyatakan bahwa perbankan telah mengantisipasi kenaikan NPL UMKM tersebut dengan membentuk CKPN kredit UMKM sebesar Rp 85,5 triliun. Angka perbandingan antara total CKPN UMKM terhadap total NPL UMKM mencapai sebesar 137,37%.
OJK juga mencatatkan adanya penurunan kredit restrukturisasi Covid-19 per April 2024 menjadi Rp 207,4 triliun. Angka tersebut lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 228,03 triliun. Setelah dihentikannya kebijakan restrukturisasi Covid-19 oleh OJK pada akhir Maret 2024, mulai terjadi peningkatan NPL di bank.
CEO Citi Indonesia, Batara Sianturi menyampaikan, kenaikan NPL dari berbagai lini bisnis kredit sejatinya telah diantisipasi sektor perbankan melalui pencadangan. Antisipasi itu dilakukan mengingat kebijakan stimulus restrukturisasi jauh-jauh hari direncanakan berakhir pada Maret 2024.
“Kita harapkan ini tidak menjadi sistemik. Tetapi as far as the bg picture untuk sektor perbankan, kita melihat portfolio quality overall masih normal. Jadi apakah itu NPL gross 2,33% atau naik 0,8%% masih di level yang wajar untuk sektor perbankan,” jelas Batara baru-baru ini.
Menurut dia, ada beberapa faktor yang membuat UMKM belum sepenuhnya bisa bangkit pascapandemi. Pertama, masih ada confidence gap level di beberapa segmen. Kedua, inflasi pangan yang membuat UMKM menjadi lebih lambat menemukan momen pemulihan.
“Karena daya beli mereka menurun, suku bunga naik, jadi ada imbas juga ke quality sektor UMKM,” pungkas Batara.
Discussion about this post