Bolongopi – Pengemis dan pengamen jadi pemandangan yang umum ditemui di alun-alun Bojonegoro. Sekali duduk di bangku, berulang kali harus merogoh dompet mencari receh untuk memberi para peminta-minta. Jika tidak memberi, kadang ada sikap tak mengenakkan dari mereka.
bolongopi mencoba nongkrong pesen kopi disalah satu penjual area taman alun-alun. Di sepanjang jalan, ada sekitar puluhan pedagang berderet yang menjadi daya tarik bagi warga dan wisatawan untuk singgah.
Seorang pengunjung dari Gresik, Ikhsan yang juga sedang duduk di taman mengaku merasa cukup terganggu. Ia selalu menyiapkan uang recehan untuk para peminta-minta.
“Lumayan terganggu. Kemarin saya dari Alun-alun, wah banyak banget. Lebih dari ini. Mau nongkrong rasanya jadi nggak nyaman,” ngeluhnya.
Sepanjang ia duduk, setidaknya sudah ada empat pengamen dan pengemis yang menghampiri. Ia merasa cukup terganggu dengan kehadiran mereka. Tak semua yang datang ia beri uang. Ia mengaku selektif, memperhatikan penampilan fisik sebelum mengulungkan sedikit recehan.
Ikhsan mengaku tak kuasa, ketika melihat pengemis seorang ibu-ibu tua. Sehingga memutuskan untuk memberikan uang.
“Kondisi fisik jadi pertimbangan utama,” katanya.
Secara umum, Ikhsan merasakan bahwa di Bojonegoro semakin banyak pengemis jalanan. Sebelum ke sini, ia sempat mampir ke Lamongan. Mengunjungi beberapa tempat disana dan kondisinya agak sedikit berbeda.
“Saya sudah sering sih ke Bojonegoro. Rasanya memang semakin banyak pengamen dan pengemis. Kemarin di Lamongan nggak sebanyak ini,” tuturnya.
Hal serupa juga diutarakan oleh Luluk, pelancong dari Malang yang sedang menikmati suasana alun-alun Bojonegoro. Ini kali keempat ia berkunjung ke Bojonegoro. Ia merasa pengemis semakin banyak dari kunjungan-kunjungan sebelumnya.
“Sepertinya pengemis itu jadi tambah banyak. Mungkin karena mereka melihat peluang, semakin banyak orang, semakin banyak dikasih,” terangnya.
Selama duduk di taman, Luluk mengaku sudah dihampiri sekitar tiga pengamen dan pengemis. Tidak semuanya ia beri uang. Seperti Ikhsan, ia tergerak jika melihat lansia atau ibu-ibu yang membawa anak.
Ia merasa, jumlah sebanyak itu cukup menganggu pengalaman berkunjungnya. Buatnya, sebagian pengemis masih terhitung berusia produktif sehingga sepatutnya bisa bekerja demi memenuhi kebutuhan.
“Kalau kita turutin semua, bisa habis duit untuk ngasih pengemis,” ujarnya sambil tertawa.
Discussion about this post