Hidupku sudah cukup menyedihkan. Aku menuliskan ini sepulang dari suatu tempat yang menyedikan. Malangnya tulisanku. Serta hujan menjadi pendampingnya. Kau tahu, aku terus memayungkan diriku sendiri padahal hujan sudah reda. Kasihan payungku.
Tanahnya basah, dalam hatiku. Aku lalu teringat akan seseorang kala itu. Sebelumnya ada perihal kata seperti ini, hujan akan selalu membawa dua hal. Genangan dan kenangan. Dua hal yang berbeda. Banyak kisah di dalamnya. Manusia banyak mengakuinya. Dan aku salah satunya.
Aku menemukan genangan dan kenangan. Sepatuku basah karena genangan. Dan kenangan dari sepatuku basah mengingatkanku pada seseorang yang pernah memayungiku. Romantis bukan? Meski tidak diberi jaket layaknya film-film, namun itu cukup untuk menuliskan kisah ini.
Aku malu, kataku.
Aku sih biasa saja, balasnya.
Aku tidak bisa mengisahkan dia seperti apa. Terlalu sulit untuk diriku yang rumit. Namun ada satu kata yang cocok untuknya. Jangan terkejut, dia itu aneh.
Hilangnya bagaimana ditelan bumi. Tak pamit walau sudah bertamu. Pantaskah hati ini hanya untuk singgah? Kau pikir seperti itu?
Aku tidak berburuk sangka. Tetapi, kau tak menjawabnya. Tak menjawabnya. Berarti ya.
Discussion about this post