Ketika Shin Tae-yong menapaki karier sebagai pelatih tim nasional Indonesia, mungkin ia tidak pernah membayangkan bahwa sepak bola di negeri ini adalah kombinasi unik antara tekanan dunia olahraga dan drama ala sinetron. Dalam perjalanan panjangnya, seolah-olah lagu-lagu dari maestro campursari, Didi Kempot, menjadi soundtrack yang tepat untuk melukiskan nasibnya.
“Sewu Kutho, Sewu Harapan”
Fans sepak bola Indonesia ibarat lirik lagu Sewu Kutho, terus berharap tanpa lelah meskipun berkali-kali dikecewakan. Setiap kekalahan timnas menjadi tangisan kolektif ala Sobat Ambyar: “Aku iki wong kalah, nanging tetep tresno karo Timnas.” Meski Shin Tae-yong sudah membawa angin perubahan, masyarakat tetap menuntut keajaiban instan.
“Pamer Bojo, Tapi Timnas”
Ketika Timnas U-19 berhasil tampil gemilang di turnamen, media sosial pun ramai bak pesta. Semua ingin “pamer bojo”, eh, maksudnya pamer Timnas. Tapi ketika senior kalah, liriknya berubah menjadi, “Aku ra ngapusi, iki pancen salahmu, Pak Shin!” Bagaimana pun hasilnya, pelatih tetap jadi kambing hitam.
“Stasiun Balapan: Pergi dan Pulang Tanpa Gelar”
Kompetisi sepak bola bagi Shin Tae-yong mungkin terasa seperti Stasiun Balapan. Berangkat dengan optimisme tinggi, pulang dengan kritik pedas. Tak jarang, komentar netizen seperti, “Pak Shin, kapan Timnas bawa piala? Apa kita cuma numpang lewat di turnamen ini?” Seperti kereta malam yang tak kunjung sampai tujuan, gelar juara pun terasa menjauh.
“Cidro dan Kontrak”
Seiring perjalanan, isu kontrak Shin Tae-yong sering menjadi drama tersendiri. Ketika harapan tak sesuai kenyataan, ia mungkin merasa seperti dalam lagu Cidro. “Janjimu mung janji, jebule ono alesan liyane,” mungkin begitu keluhan fans ketika Shin Tae-yong diisukan akan hengkang. Namun, apakah janji kontrak yang diperpanjang mampu membayar luka? Entahlah.
“Ambyar tapi Tetap Semangat”
Sebagai pelatih, Shin Tae-yong tampaknya paham bahwa sepak bola di Indonesia adalah sebuah paradoks. Di satu sisi, tekanan besar dari penggemar dan media terus mengintai. Di sisi lain, semangat para pemain muda dan dukungan tak kenal lelah dari Sobat Garuda menjadi penggerak. Mungkin ia harus menanamkan semangat ala Sobat Ambyar: meskipun sering kecewa, tetaplah mencintai.
Pada akhirnya, jika Shin Tae-yong bertahan lebih lama, ia mungkin akan menyadari bahwa menjadi pelatih timnas di Indonesia sama saja seperti menjadi bagian dari lirik-lirik Didi Kempot. Penuh rindu, amarah, harapan, dan cinta yang membingungkan. Tapi seperti kata Didi Kempot, “Tresno iki ora bakal luntur, meskipun kowe nggawe aku ambyar.” Tetap semangat, Pak Shin!
Disclaimer: Artikel ini hanyalah satire dan tidak bermaksud merendahkan pihak manapun. Nikmati dengan senyum, sebagaimana Didi Kempot menyatukan hati para Sobat Ambyar!
Discussion about this post