Pada tahun biswawisu 542 Saka yang ditandai dengan sengkalan Paksa Karya Tata, atau tahun 558 Saka yang ditandai dengan sengkalan Manggala Tinata Gati, bersamaa dengan masa manggasri, Prabu Basukesti di Wirata sedang berjalan-jalan mengililingi istana.
Waktu itu ia mendengar suara denguk bak ribuan kumbang. Setelah ditelusuri ternyata suara itu berasal dari rumah Empu Purbageni.
Suara itu adalah deru kitiran milik Bambang Sriyati anak Resi Manumanasa. Kitiran itu disebut sangkuni, yaitu kitiran besar yang diberi sundari, digunakan sebagai pengusir burung atau kelelawar yang kerap mencuri buah-buahan.
Prabu Basuketi merasa takjub melihat sengkuni tersebut lalu memesan kepada Bambang Sriyati agar dibuat empat buah.
Setelah sengkuni itu berhasil dibuat, Prabu Basukesti memasangnya di pesanggrahannya masing-masing satu.
Beberapa hari kemudian, karena jasanya, Bambang Sriyati diangkat menjadi punggawa kerajaan dengan gelar Arya Sriyati.
Pada masa srawana, Prabu Basukesti berkeinginan membentuk pasukan prajurit wirasena dengan pelbagai perlengkapan senjata. Pimpinan prajurit warasena disebut senapati. Sejak itulah muncul istilah senapati.
Discussion about this post