Dalam langkah yang dinilai sangat “visioner,” Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyatakan dukungannya kepada Menteri Kehutanan atas rencana pembabatan 20 juta hektar hutan. Langkah ini dianggap sebagai terobosan luar biasa untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan penuh semangat, Kadin menegaskan bahwa mengorbankan paru-paru dunia adalah harga kecil yang harus dibayar demi “kemandirian pangan dan energi.”
KADIN RFBH, sebuah task force khusus yang dibentuk oleh KADIN Indonesia, bertujuan mendukung pengusaha dalam penerapan kebijakan Multiusaha Kehutanan (MUK) yang diatur berdasarkan UU Cipta Kerja. Kebijakan ini membuka peluang optimalisasi sumber daya kehutanan, tidak hanya terbatas pada kayu.
“Ketua Umum KADIN, Arsjad Rasjid, meminta kami mengidentifikasi konsesi yang berpotensi mendukung kemandirian pangan, seperti kawasan sagu, padi ladang, dan tanaman lain yang telah dikelola masyarakat secara tradisional. Dengan pendekatan intensifikasi yang tepat, produktivitas tanaman ini dapat meningkat secara signifikan,” jelas Rumantara dikutip pada (09/01/2025).
“Inovasi” yang Menyentuh Hati
Metode intensifikasi, yang memanfaatkan teknologi berkelanjutan diusulkan sebagai solusi utama untuk meningkatkan produktivitas lahan. KADIN RFBH juga mendorong pengusaha untuk mengadopsi model pengelolaan hutan berkelanjutan, seperti agroforestry, silvopastura, dan silvofisheri.
“Agroforestry memungkinkan penanaman tanaman kayu bersama tanaman energi, seperti aren dan pongamia, serta komoditas bernilai tinggi seperti kopi, kakao, vanili, dan tanaman penghasil minyak esensial. Pendekatan ini memperhatikan kecocokan lahan dan kelestarian lingkungan,” terang lulusan Master Ekonomi Lingkungan Universitas Wageningen itu.
Silvopastura juga dianggap berpotensi mendukung ketahanan pangan melalui pengembangan peternakan berbasis hutan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), impor daging Indonesia pada 2024 mencapai Rp5,87 triliun.
“Dengan lahan yang tersedia untuk silvopastura, kita dapat mengurangi ketergantungan pada impor daging,” ungkap Rumantara.
KADIN RFBH mencatat lebih dari 30 juta hektare kawasan hutan dikelola oleh sekitar 600 perusahaan pemegang izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), serta 8 juta hektare perhutanan sosial yang melibatkan 1,3 juta kepala keluarga.
Potensi ini, jika dapat teridentifikasi dengan baik dan dimanfaatkan secara optimal, diyakini dapat memperkuat ketahanan pangan dan energi nasional tanpa mengorbankan kelestarian hutan.
“Jika dikelola dengan baik sesuai arahan Kementerian Kehutanan, sektor kehutanan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, pengurangan impor, dan penciptaan lapangan kerja yang berkelanjutan,” jelas Rumantara.
Langkah ini, tambahnya, relevan dengan komitmen Indonesia terhadap target Net Zero Emissions dan pembangunan hijau berkelanjutan.
“Kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat adalah kunci untuk merealisasikan potensi besar sektor kehutanan,” tutupnya.
Kesimpulan
Dengan dukungan Kadin, pembabatan hutan 20 juta hektar ini tampaknya akan berjalan mulus, layaknya buldozer yang melibas pepohonan. Namun, optimisme para pengambil kebijakan ini sungguh menginspirasi—atau lebih tepatnya, menghibur.
Bagaimanapun juga, jika oksigen mulai langka, setidaknya kita punya kenangan manis tentang hutan dan pohon-pohon rimbun yang pernah menghiasi negeri ini. Toh, ekonomi harus tetap jalan, bukan?
Discussion about this post