Peristiwa ini terjadi tahun kalayudo 543 Saka Guna Karya Tata, atau 559 Saka Trusta Marganing Gati. Bersamaan dengan masa srawana, Prabu Basukesti di Wiarata hendak membuat gamelan, meniru gamelan Surendro di Suralaya. Ketika gamelan selesai dibuat, ia memberinya nama yang sama, yaitu Surendro.
Pada masa padrawana, Resi Manumanasa di Gunung Sapta Arga kedatangan tamu bernama Batara Ardana. Batara Ardana menyarankan agar putra-putri Resi Manumanasa ditugaskan ke sejumlah tempat.
Bambang Manumadewa hendak ditempatkan di gunung Kusara, yang penduduknya berprilaku menyimpang. Karena itu, Bambang Manumadewa diutus ke daerah tersebut untuk membimbing mereka agar kembali ke jalan yang benar.
Resi Manumanasa menyepakati gagasan Batara Ardana. Batara Ardana pun kemudian membawa Bambang Manumadewa ke gunung Kusara. Setibanya di sana dia diangkat menjadi resi dengan nama Resi Manumadewa dan selanjutnya dia membangun padepokan Sarisidya.
Selang sekian lama datanglah seorang bernama Santaka. Ia meminta bantuan kepada Resi Manumadewa agar diajuhkan dari Utkaca yang mengajaknya bersetubuh. Belum sampai Resi Manumadewa memberikan jawaban, Utkaca tiba-tiba datang menyusul dan meminta Santaka untuk memenuhi hasrat birahinya.
Saat itu, Resi Manumadewa diam sejenak seraya merapalkan aji japa mantra untuk melumpuhkan nafsu laknat Utkaca.
Seketika itu, tidak hanya Utkaca yang dapat dipulihkan dari kebiasaan bejatnya, bahkan semua laki-laki di daerah tersebut tersembuhkan dari kebiasaan buruk berhubungan seksual dengan sesama jenis.
Mereka kemudia kembali ke pangkuan istri mereka masing-masing seperti semula.
Discussion about this post