Ada yang bilang, obrolan di warung kopi pinggir jalan selalu lebih jujur. Cangkirnya mungkin hanya segelas kopi tubruk, tetapi percakapannya penuh warna dan makna. Dan begitulah suasana yang coba dihadirkan oleh Bolongopi.com. Situs ini bukan hanya tentang kopi, tetapi juga tentang apa yang terjadi di sekitar kita saat sedang menunggu kopi diaduk di warung.
Seperti namanya, BoloNgopi adalah wadah bagi mereka yang ingin “ngobrol” tanpa filter. Di sini, obrolan ngalor-ngidul di pinggir jalan diterjemahkan ke dalam tulisan yang santai, tetapi tetap penuh esensi. Mulai dari topik remeh-temeh soal harga tempe yang naik lima ratus rupiah, sampai diskusi berat tentang kondisi politik daerah yang kadang-kadang lebih membingungkan daripada soal ujian filsafat.
Nah, bayangkan kalau Mojok.co adalah kafe hipster di pojokan jalan yang penuh lampu kuning dan buku-buku berserakan, maka BoloNgopi adalah warung kopi sederhana dengan kursi plastik dan sajian kopi hitam pekat. Di Mojok, kamu bisa menemukan tulisan yang penuh punchline dan selingan humor absurd. Sementara di BoloNgopi, gaya bahasanya lebih seperti teman ngobrol yang setia mendengarkan curhat malam-malam. Serius iya, tapi tetap pakai bahasa sehari-hari yang renyah.
Seperti tulisan-tulisan di bagian Ngedabrus yang isinya lebih mirip uneg-uneg penjual kopi tentang situasi sepi pelanggan karena warung sebelah pasang wifi gratis. Atau artikel di bagian *Entitas* yang coba mengangkat isu-isu yang sering kita jumpai, entah itu penjual bakso legendaris atau kepala desa yang punya program unik. Setiap tulisan punya ciri khas—ceplas-ceplos, ringan, dan mengena di hati.
Yang bikin menarik dari BoloNgopi adalah topik-topiknya yang dekat dengan keseharian, seolah setiap cerita yang diangkat adalah refleksi dari apa yang kita alami. Bukan soal pencapaian besar atau analisis njelimet, tapi tentang hal-hal sederhana yang kita alami tapi jarang kita bahas serius.
Misalnya, artikel soal “Kenapa Kopi di Pinggir Jalan Lebih Enak Dibanding di Kafe?” menjelaskan dengan sederhana bahwa mungkin karena kopi di pinggir jalan diseduh oleh orang yang tahu kesederhanaan hidup. Atau artikel soal “Mengapa Pilkada Bojonegoro Kurang Menarik?”, yang disajikan dengan sudut pandang masyarakat sekitar, bukannya dari kacamata pengamat politik yang duduk di meja kantor ber-AC.
Bolongopi adalah tempat bagi mereka yang lebih suka mendengarkan suara pelan warung kopi dibandingkan suara bising diskusi di kafe. Karena di sini, obrolan bukan soal siapa yang paling benar, tetapi soal menikmati perbincangan dengan suasana yang lebih santai. Jadi, sambil menyeruput kopi hitam, biarkan cerita-cerita di Bolongopi menemani sore santai kamu.
Discussion about this post