KH Abdul Hakim Mahfudz atau akrab disapa Gus Kikin, lahir pada 17 Agustus 1958 di Pondok Pesantren Sunan Ampel, Kabupaten Jombang. Ia adalah anak dari pasangan KH Mahfudz Anwar dan Nyai Hj Abidah Ma’shum.
Ia adalah cicit pendiri Nahdlatul Ulama, KH Muhammad Hasyim Asy’ari. Sebab, Abdiah Ma’shum adalah anak dari putri sulung Hasyim Asy’ari, Nyai Hj Khoiriyah Hasyim. Sementara itu, Mahfudz Anwar adalah Pendiri Pondok Pesantren Sunan Ampel Jombang. Mahfudz lahir pada 12 April 1912 dan meninggal pada 20 Mei 1999.
Gus Kikin merupakan sepupu KH Anwar Manshur, Pengasuh Tertinggi Pondok Pesantren Lirboyo Kediri sejak 2014.
Pendidikan Gus Kikin
Gus Kikin tidak hanya belajar di Pondok Pesantren Sunan Ampel. Tapi juga di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Seblak di Jombang, yang didirikan oleh kakeknya.
Dari tahun 1963-1970, Gus Kikin menerima pendidikan formal di Madrasah Ibtida’iyah Parimono. Ia kemudian bersekolah di SMP Negeri 1 Jombang dari tahun 1971-1973.
Kemudian, ia menimba ilmu di SMA Negeri 2 Jombang dari tahun 1974-1977. Gus Kikin lalu pergi ke Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta pada 1975-1979. Pada 2013, ia melanjutkan kuliah di Universitas Terbuka, di jurusan komunikasi.
Karier Bisnis Gus Kikin
Gus Kikin menjadi pegawai Djakarta Lloyd setelah lulus dari Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta, dan menjalani praktik pelayaran selama tiga tahun. Pada 1988, saat usianya 30 tahun, ia menjabat sebagai Kepala Cabang Kota Cilegon dari Djakarta Lloyd.
Gus Kikin juga mendirikan 5 perusahaan di Kota Surabaya pada tahun 1998, dan membuka kantor di Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada 2000. Ia juga mendirikan banyak perusahaan, termasuk Bama Buana Sakti yang bergerak dalam bidang transportasi, Bama Bhakti Samudra yang bergerak dalam bidang pelayaran, Bama Bumi Sentosa yang bergerak dalam kontraktor minyak, Bama Bali Sejahtera yang bergerak dalam teknologi informasi, dan Bama Berita Sarana yang bergerak dalam bidang media televisi.
Masuk ke Dunia Pesantren
Gus Kikin ditunjuk sebagai Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng pada 2016. Kemudian, setelah KH Salahuddin Wahid (Gus Solah) meninggal dunia pada 2020, Gus Kikin ditunjuk sebagai pengasuh pesantren.
Pada 2016, Gus Solah mengadakan musyawarah keluarga dengan seluruh keturunan pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, KH Muhammad Hasyim Asy’ari, untuk memilih Gus Kikin sebagai pemimpin baru.
Sebanyak 200 lebih orang dari keluarga Pesantren Tebuireng berkumpul untuk memberikan rekomendasi mereka tentang siapa yang akan menjadi pengasuh Tebuireng berikutnya. Tim khusus terdiri dari 9 perwakilan keturunan KH Hasyim Asy’ari membahas berbagai usulan dan persyaratan calon pengasuh.
Di sana kemudian diputuskan siapa yang akan menggantikan Gus Solah sebagai pengasuh pesantren.
Sementara Ketua PBNU Bidang Keagamaan Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur membeberkan peluang cicit pendiri NU ini untuk memimpin PWNU Jatim lima tahun ke depan.
Apalagi, Gus Kikin merupakan salah satu pengasuh di Tebuireng dan saat ini menjabat sebagai Pj Ketua PWNU Jatim.
“Plt sekarang kan Tebuireng, dan sangat berpotensi lanjut. Dan saya kira memang sangat layak, Gus Kikin pemimpin ponpes besar, mandiri, dan pengusaha sukses. Beliau punya manajerial baik dan sudah selesai dengan urusannya sendiri,” jelasnya kepada detikJatim, Sabtu (20/7/2024).
Gus Fahrur menyebut, PWNU Jatim relatif kondusif selama dipimpin oleh KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin selama hampir tujuh bulan ini.
“Ya Gus Kikin juga sudah masuk (kriteria). Beliau kolega saya di PWNU sampai PBNU. Saya kira memang beliau cukup punya kapasitas yang bagus dan beliau cucunya pendiri NU juga,” jelasnya.
“Beliau sudah meneruskan apa yang dilakukan sebelumnya, masa transisi memang tidak banyak dilakukan tapi sudah on the track saya lihat. Dan Gus Kikin masih sangat berpeluang, sangat layak tapi sekali lagi semua dikembalikan ke pemilik suara,” tambahnya.
Namun, Gus Fahrur menegaskan, PBNU tidak melakukan intervensi apapun dalam Konferwil PWNU Jatim. PBNU menyerahkan pilihan kepada para pemilik suara di kabupaten/kota.
“PBNU tidak ada instruksi apa-apa, cuma biasanya kalau tempatnya di Tebuireng ya nggak jauh dari tuan rumahnya (yang jadi Ketua PWNU Jatim). Orang akan melihatnya sebagai salah satu kehormatan, kalau perintah arahan, tidak ada,” tegasnya.
Discussion about this post